Super Hero di Hidupku
Ibu memang yang memiliki kasih sepanjang masa, tapi
bagaimana dengan ayah? Apakah hanya kasih ibu yang kita tuangkan dalam kisah
hidup kita? Ayah atau ibu memiliki kasih yang tidak ada duanya kepada
anak-anaknya. Memperjuangakan seluruh hidupnya untuk kebahagiaan si buah
hatinya, yaitu aku.
Ini aku, putra yang sedang berada di Kota orang. Di
sini, aku mencoba menahan rindu kepadamu, meskipun terkadang aku merasa teriris
dan tak mampu lagi menahan tangis ketika mengingatmu. Tapi, apakah ayah tahu
setiap kali aku merasakan hal itu, aku benar-benar rindu akan dirimu, rindu
akan sosok pahlawan dalam diriku.
Hari ini, saat aku membuka mata dengan senyuman.
Secara tak sengaja aku lihat foto keluarga dalam bingkai yang berada di atas dan
menempel di dinding kamarku, bersanding dengan jam yang membangunkanku dengan
bunyi deringnya. Menggetarkan setiap pagi, menyadari waktu terus berjalan saat
aku terdiam sekalipun.
Ayah, kini putra kecilmu sudah tumbuh dewasa, ingin
rasanya menjadi putra kecilmu lagi, putra kecil yang selalu kau sayang, selalu
kau manja, selalu kau perhatikan, dan selalu kau jaga. Aku tahu menjadi seorang
ayah tidaklah mudah.
Setiap ayah pasti berusaha melakukan yang terbaik
kepada anaknya. Setelah mendengan kata ayah, yang terpikirkan olehku adalah
kebaikan dan kerja keras. Keraja keras yang tidak ada habisnya untuk keluarga
tercinta.
Malam jadi pagi, pagi menjadi malam. Dari pagi hingga
malam bekerja bagaikan super hero
yang menuntaskan permasalahan yang ada di keluarga kecil ini. Tidak pernah
terlintas kata lelah dari mulut ayah. Tetapi aku tahu, terlihat jelas di raut
wajahnya yang semakin menua. Ayah selalu menutupi rasa lelahnya dengan senyuman
dan canda kepadaku.
Ingat saat itu ketika aku masih belajar untuk berdiri
dan berjalan tegak ayah selalu ada di sampingku. Mengajariku naik sepeda,
mengajak aku mermain sepak bola di lapangan samping sawah. Melatihku yang
selalu engkau sayang sekarang sudah tumbuh besar. Demi meraih cita-cita aku akan
berpisah sejenak denganmu. Teringat tentang dirimu rasanya aku merindukan
banyak hal tentang ayah hari ini.
Aku rindu senyummu, parasmu, suaramu, bahkan aku rindu
dengan minyak wangi yang selalu engkau gunakan setiap hari. Aku merindukan
duduk di meja berkumpul bersama ibu, ayah, dan adik. Menghabiskan pagi yang
sibuk, yang selalu dikejar waktu, yang selalu terburu-buru. Menikmati waktu
bersantai bersama sambil menonton televisi dan bercengkrama bersama hingga
larut malam, menikmati waktu untuk berlibur bersama.
Waktu terus berlalu jam, hari, bulan hingga tahun,
yang dahulu kecil sekarang sudah besar, yang dahulu punya waktu banyak untuk
berkumpul sekarang untuk bertemu pun rasanya sulit sekali.
Orang tuaku bukanlah orang berada, ayah hanya seorang
pedagang di pasar dan ibu hanya sebagai seorang ibu rumah tangga biasa.
Walaupun begitu mereka tetap ingin melihat anaknya untuk bisa menjadi orang
sukses dan merasakan sekolah setinggi mungkin.
Pengorbanan orang tuaku sangat besar saat ingin
memasukan aku ke jenjang perkuliahan, mereka berharap anaknya bisa mendapatkan
universitas negeri agar bisa meringankan biaya uang kuliah. Ayah pernah bilang
kalau ia akan bekerja keras untuk bisa memasukan anaknya kuliah, apapun akan ia
lakukan dan usahakan demi cita-cita anaknya, agar anaknya kelak bisa menjadi
orang yang sukses dan berguna untuk semuanya.
Aku pun berhasil untuk kuliah di perguruan tinggi
negeri, aku diterima di Politeknik Negeri Jakarta, aku sangat bersyukur karena
bisa membanggakan orangtuaku dengan berkuliah di kampus negeri. Hari terus
berganti, bulan terus berlalu, dunia kuliah pun tidak seindah yang aku
bayangkan, rasa lelah dan letih terus menghampiri, tugas kuliah yang menumpuk,
pola tidur yang tidak beraturan, pola makan yang tidak terkontrol.
Sesekali aku mulai mengeluh dengan keadaanku saat ini,
ingin rasayanya bermalas-malasan saat kuliah, bagaimana tidak jenuh dengan
rutinitas yang seperti itu, ditambah lagi tugas-tugas yang sangat menumpuk dan
membuat aku ingin cepat-cepat menyudahi masa kuliahku.
Namun, aku selalu ingat akan pengorbanan ayah untuk
bisa membiayai uang kuliah dan kehidupanku selama aku berada di kota
orang, mengingat jerih payah ayah, kerja keras hingga banting tulang untuk
mencari nafkah demi keluarga yang ada di rumah. Semua dilakukan ayah demi
keluarga yang dicintainya. Aku juga teringat akan janjiku dulu kepada ayah
untuk bisa kuliah dengan baik dan mendapatkan nilai yang memuaskan.
Setiap aku merasa lelah dengan segala tugas yang ada,
setiap aku merasa lelah dengan rutinitasku, setiap aku merasa ingin menyerah
dengan keadaan yang ada, aku selalu ingat perjuangan ayah. Malu rasanya jika
aku harus menyerah begitu saja, menyerah dengan keadaan yang tidak sebanding
dengan perjuangan ayah.
Ayah tidak pernah lelah untuk bekerja, ayah juga tidak
pernah mengeluh jika setiap hari ia harus bekerja dari pagi hingga larut malam.
Ayah sangat pintar untuk menyembunyikan rasa lelah dan letihnya, ayah selalu
tersenyum ketika pulang bekerja, padahal aku tahu betapa lelahnya ayah saat
bekerja setiap harinya.
Sangat belum
aku dikatakan membanggakan kedua orang tuaku. Terutama membalas apa yang ayah
berikan kepada aku sampai saat ini. Malah aku tidak jarang membuat ayah sedih
dan kecewa walau tidak terlihat di wajah ayah. Pernah juga aku bertengkar
dengan ayah soal. Sedih mengingat apa yang aku balas ke ayah dari perjuangannya
untuk membesarkan aku sampai sekarang.
Maaf ini
selalu tertuang dibenak putramu ayah. Perjuanganmu akan aku balas dengan
keringatku nanti. Aku akan membuat sisa-sisa hari tuamu menjadi bagian yang
terbaik dalam hidupmu. Terima kasih ayah meski puluhan juta kata ini tidak akan
membayar apa yang telah ayah lakukan kepadaku, putramu. (RMA)
Komentar
Posting Komentar